STRESSOR DAN MEKANISME KOPING PADA LANJUT USIA

STRESSOR DAN MEKANISME KOPING PADA LANJUT USIA

Jumat, 18 November 2011

STRESSOR DAN MEKANISME KOPING PADA LANJUT USIA


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
 Stres adalah istilah populer yang sering digunakan dalam perbincangan sehari-hari. Penggunaanya tidak terbatas pada gplongan tertentu. Konsep stres pertama kali diperkenalkan oleh Hans Selye, seorang ahli fisiologi Kanada pada tahun 1936, melalui penelitianya yang menganalisis hubungan rangsang lingkungan dan kesehatan dengan melacak reaksi-reaksi hormonal berantai yang rumit sebagai akibat adanya tekanan emosi yang berlebihan pada seseorang. Tekanan emosional yang berkelanjutan dapat menyebabkan kematian (Subowo, 1993:80).
 Pertambahan jumlah lansia di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990-2005, tergolong tercepat di dunia. Jumlah sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan merupakan peringkat ke 4 dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan. Usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, nomor satunya adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahu (Hurlock, 1980:44).
 Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan masalah stres yang terjadi pada lanjut usia, Dalam hal ini adalah stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang merupakan perubahan dalam kehidupan seseorang, ehingga orang tersebut terpakasa mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul (Hawari, 2002:27).
Menurut Subowo (1993:80), sekitar 70 persen lanjut usia di Jawa Timur diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti masalah keuangan dan perhatian keluarga. Para lansia diduga mengalami stress karena tidak mempunyai jaminan uang pension dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Ia mengharapkan masalah ini segera diatasi, karena stress dalam jangka panjang juga dapat memicu terjangkitnya penyakit diantaranya gangguan pendengaran atau penglihatan, ujarnya. Akan tetapi, sebenarnya jika lansia itu diperhatikan oleh sanak keluarganya ataupun pemerintah maka kemungkinan mengalami stress sangat kecil.
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik, menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkanya. Akan tetepi pada kenyatannya sesuatu yang diinginkan tersebut, kadangkala tidak dapat tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun dan akhirnya stress. Stres yang terjadi pada setiap individu berbeda beda tergantung pada masalah yang dihadapi dan kemampuan menyelesaikan masalah tersebut atau biasa disebut dengan mekanisme koping. Jika masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik maka individu tersebut akan senang, tapi sebaliknya akan menjadi cepat marah marah, frustasi bahkan akan depresi (suryani, 2005:81).
 Stress yang optimal berperan dan berdampak positif serta konstruktif yang disebut dengan euster. Sebaliknya ada stress yang merugikan dan merusak yang disebut distress atau destruktif. Stress menjadi euster atau distress dipengaruhi oleh daya tahan terhadap peristiwa dan keadaan stress (Hawari, 2007:98).
Tidak semua orang dapat menerima, menyesuaikan diri dengan berat ringannya stressor kehidupan yang dihadapi. Stressor bagi seseorang belum tentu stressor bagi orang lain. Sedangkan sebagian yang tidak dapat menyesuaikan diri dan menganggap stressor kehidupan yang dialami merupakan beban berat, dan akan mengganggu kehidupan dan cendrung mengakibatkan timbulnya depresi dan gangguan jiwa. Masalah stress sangat menarik untuk dibahas, karena dalam kehidupan sehari hari kita akan berhadapan dengan stress baik berupa stress fisik maupun psikis, telah banyak yang membuktikan bahwa stress berpengaruh besar pada proses sehat dan sakit baik terhadap fisik maupun psikis (Purwanto, 1998:54).
 Stress merupakan perasaan tertekan saat menghadapi permasalahan. Stres bukan penyakit, tapi bisa menjadi awal timbuknya penyakit mental atau fisik jika terlalu lama. Stress menimpa setiap orang, masalah yang sama bisa memberikan stress dan beban yang berbeda, tidak ada ciri fisik pada orang stress tapi bisa dilihat dari tekanan darah atau jantung. Stress yang berkepanjangan bisa mempengaruhi sistem tubuh, misalnya menimbulkan sakit maag (suryani, 2005:111).
Lansia dapat menikmati kehiduoan dihari tua dengan bergembira serta bahagia, diperlukan dukungan dari orang orang yang dekat dengan mereka. Dukungan tersebut bertujuan agar lansia tetap dapat menjalankan kegiatan sehari hari secara teratur dan tidak berlebihan. Dukungan dari keluarga terdekat dapat saja berupa anjuran yang bersifat meningkatkan lansia untuk tidak bekerja secara berlebihan apabila lansia tersebut masih bekerja, memberikan kesempatan pada lansia untuk melakukan aktivitas yang menjadi hobinya, menjalankan ibadah dengan baik, dan memberi waktu istirahat yang cukup sehingga lansia tidak mudah stress dan cemas (Purwanto, 1998:34--35).
Penyebab stress dikalangan lansia berbeda dengan remaja dan anak anak. Masalah yang sering menyebabkan stress pada lansia adalah post power sindrom, kehilangan jabatan, perasaan kecewa karena tidak lagi dihormati seperti yang dulu, menyebabkan perilakunya sering seperti anak kecil, ingin diperhatikan orang. Hubungan dalam keluarga, juga bisa menimbulkan stress sering lansia tidak diperhatikan lagi oleh anak atau menantunya, padahal dulu mereka selalu dekat dengan anaknya tanpa diasingkan (http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341).                                                           
Problem utama pada lansia adalah rasa kesepian dan kesendirian. Mereka sudah terbiasa melewatkan harinya dengan kesibukan bekerja yang juga merupakan pegangan hidup dan dapat memberikan rasa aman dan harga diri. Pada saat pensiun, hilanglah kesibukan, sekaligus mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan dengan itu, anak-anak mulai menikah, dan meninggalkan rumah. Badan mulai lemah dan tidak memungkinkan untuk bepergian jauh. Sebagai akibatnya, semangat mulai menurun, mudah terjangkit penyakit dan besar kemungkinan akan mengalami kemunduran mental, hal ini disebabkan karena menurunya fungsi otak , seperti sering lupa, daya konsentrasi berkurang atau kemunduran senile (Purwanto, 1998:34--35).
 Penyesuaian diri terhadap pekerjaan dan keluarga bagi lansia sangat sulit karena hambatan ekonomis saat ini yang memainkan peran penting daaripada masa sebelumnya. Selanjutnya, walaupun ada bantuan dari pemerintah dalam bentuk jaminan sosial, bantuan kesehatan, dan pembagian keuntungan secara bertahap yang diperoleh dari dana pensiun, dan dari perusahaan, mereka kadang kadang tidak sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya pada saat usia lanjut tersebut (Hurlock, 1980:414).
2.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan yaitu: 
a.       Mengetahui apa yang di maksud dengan stres.
b.      Mengetahui apakah mekanisme koping tersebut.
c.       Bagaimana stressor dan mekanisme koping yang digunakan lanjut usia.
3.      Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stressor dan mekanisme koping yang digunakan lanjut usia.
4.      Ruang Lingkup
Materi yang akan dibahas pada makalah ini yaitu mengenai stressor yang terjadi pada lanjut usia dan mekanisme koping yang digunakan untuk mengatasi stres tersebut, karena akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologi pada lansia.
5.      Manfaat Penelitian
a.       bagi lanjut usia
Memberikan masukan pada lansia tentang stres dan mekanisme kopingnya sehingga dapat memberi kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
 b. Institusi Pendidikan Keperawatan                            
Memberikan masukan tentang pentingnya membekali perawat dengan pendidikan dan keahlian khususnyatentang  masalah stress pada lansia.
c.       Bagi orang lain
Sebagai bahan atau dasar penelitianya selanjutnya, terutama mengenai stressor dan mekanisme koping yang digunakan lanjut usia.
B. Stressor  dan Mekanisme Koping pada Lansia   
1.Stres
 a. Definisi
            Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap sressor psikososial berupa tekanan atau beban kehidupan. Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari. Stres dapat diartikan sebagai suatu stimulus yang mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi fisiologi dan psikologis. Ilmu kedoktran jiwa, normalitas dan gangguan kesehatan jiwa dipandang sebagai satu garis berkesinambungan pada ujung yang satu terletak keadaan normal, pada ujung uang lain terletak psikologis. Peralihan antara normalitas ke abnormalitas sering kali tidak jelas. Secara klinis, fase peralihan antara normalitas dan gangguan jiwa dapat dikenali sebagai sindrom stress. Stres adalah bentuk perbatasan antara keadaan normal dengan gangguan jiwa. Taraf stress ini, individu bersangkutan masjh dapat melaksanakan fungsi sehari-harinya dengan cukup baik (Hawari, 2002:21).
Ada tiga pengertian stres yang dikemukakan oleh (Hurlock, 1980:12). yaitu:
1.      Stres sebagai respon biologi
Hurlock (1980:12), mengemukakan bahwa stres adalah manifestasi sindrom spesifik yang terdiri dari semua perubahan system biologi yang sifatnya tidak spesifik. Gejala ini dikenal dengan istilah fight dan flight. Selye menyebut proses ini sebagai sindrom adaptasi umum atau GAS (General Adaptation Syndrome) yang di deskripsikan dalam tiga tahap yaitu:
a)      Tahap  Peringatan
Tubuh mempersiapkan diri untuk menghadapi segala kemungkinan atau bereaksi terhadap stressor. Apabila faktor stres tetap berlangsung, tubuh akan bekerja maksimal untuk menghadapi stressor tersebut. Pada fase ini terjadi respon fisiologis fight dan flight.
b)      Tahap Resisten
Fungsi antibodi berangsur angsur menjadi normal. Perubahan atau kerusakan yang terjadi mulai diperbaiki. Individu menjadi lebih resisten terhadap stressor yang dihadapi. Akan tetapi bila stres berat berlangsung, maka reaksi individu akan mencapai pada fase kelelahan.
c)      Tahap Kelelahan
Pada tahap ini terjadi kelelahan yang berarti sehingga energi untuk beradaptasi habis dan bila keadaan ini berlangsung terus, maka seluruh cadangan energinya akan habis sama sekali. Individu tidak lagi memiliki daya tahan dan berubah menjadi apatis atau disebut gangguan psikomatik.
2.      Stres sebagai kejadian lingkungan
Stres adalah suatu kejadian yang menyebabkan terjadinya respon fisiologi dan psikologi dari individu. Dalam hal ini fokuskan pada perubahan pola hidup seseorang sehingga disebut stres sebagai perubahan hidup.
3.      Stres sebagai transaksi antara individu dengan lingkungan
Stres ditekankan pada hubungan antara individu dengan lingkungan. Pada kondisi tersebut manusia dengan lingkungan saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
 b. Sumber stres
            stres merupakan istilah yang dikenal luas dalam masyarakat, umumnya yang dimaksud stress adalah pola reaksi menghadapi stressor yang berasal dari dalam individu maupun dari lingkunganya (Purwanto, 1998:60). Ia juga menambahkan dengan membedakan sumber-sumber stres yaitu:
1.  Dalam diri sesorang
Stres akan muncul pada seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila sesorang mengalami konflik.
2.      Dalam keluarga
Stress dapat bersumber dari interaksi  diantara anggota keluarga seperti perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, perbedaan keinginan yang tidak searah.
2.       Dalam komunitas dan lingkungan
subyek diluar lingkungan keluarga. Contohnya pengalaman stress anak-anak di sekolah.  
d.      Tahapan stres
Menurut Hawari (1997:58--64) gangguan stres biasany timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering sekali tidak disadari. Namun demikian dari pengalaman praktek psikiatri, para ahli mencoba membagi stress dalam 6 tahapan yaitu:
1.      Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stress yang   ringan dan biasanya disertai perasaan semangat besar, penglihatan tajam tidak seperti biasanya, serta energi dan gugup berlebihan diikuti kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Tahap ini biasanya menyenangkan dan orang bertambah semangat, tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.
2.      Stres tingkat II
Dalam tahap ini dampak stres yang menyenagkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dirasakan adalah merasa letih sewaktu pagi, merasa lelah sesudah makan siang, merasa lelah saat sore hari, kadang kadang terjadi gangguan pencernaan, perasaan tegang pada otot punggung dan tengkuk, perasaan tidak bias santai.
3.      Stres tingkat III
Pada tahap ini keluhan semakin nampak disertai dengan gejala usus lebih terasa tegang, perasaan tegang yang semakin meningkat, badan terasa ingin pingsan, insomnia. Pada tahap ini, penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali jika beban stres dikurangi dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi guna memulihakan suplai energi.
4.      Stres tingkat IV
Pada tahap ini menunjukan keadaan yang lebih buruk, yang ditandai dengan ciri-ciri untuk dapat bertahan sepanjang harilebih sulit, kegiatan yang semula terasa menyenagkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi pergaulan sosial dan kegiatan lainya terasa berat, susah tidur, kemampuan konsentrasi menurun derastis, perasaan takut yang tidak dapat pungkiri.
5.      Stress tingkat V
Tahap ini merupakan kondisi yang lebih spesifik yang ditandai dengan keletihan yang mendalam, tidak mampu mengerjakan pekerjaan yang sederhana, gangguan sistem pencernaan lebih sering, perasaan takut yang tidak bisa dikendalikan.
6.      Stres tingkat VI
Tahapan ini adalah tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat darurat yang ditandai dengan debaran jantung terasa amat keras, nafas terasa sesak, badan gemetar, tubuh dingin, keringat banyak, tenaga untuk hal ringan tidak bisa dilakukan.
d.      Stres pada lansia
Hurlock, (1998:83) mengemukakan bahwa lanjut usia sangat rentan terhadap stres dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan. Lansia harus beradaptasi terhadap perubahan psikososial yang terjadi selama proses menua. Stress yang sering terjadi [ada lansia adalah kematian pasangan hidup, pensiun isolasi sosial, pensiun, seksualitas, perubahan ekonomi, rumah tempat tinggal dan lingkungan.
e.       Reaksi terhadap stres
Menurut Hawari, (2001) seseorang yang mengalami stres akan menujukan gejala sebagai berikut:
1.      Terjadinya kerontokan pada rambut
2.      Penglihatan mulai terasa kabur
3.      Terganggunya daya piker
4.      Mulut terasa kering dan sukar untuk menelan
5.      Keringat berlebihan pada kulit
6.      Pernafasan menjadi sesak
7.      Ketegangan emosional atau detakan jantung meningkat
8.      Kadar gula darah menjadi tinggi
9.      Mules, mencret, tidak teratur buang air besar
10.  Frekuensi buang air seni meningkaat
2.  Mekanisme Koping           
a.  Definisi
Koping  adalah perilaku pemecahan masalah yang secara langsung  dapat mempengaruhi atau menyeimbangkan keadaan menjadi lebih baik setelah mengalami stres.  (Purwanto, 1998:94), koping didefinisikan sebagai pemikiran realistis dan fleksibel serta tindakan penyelesaian masalah sehingga dapat mengurangi stres. Koping adalah suatu proses pengolahan tuntunan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang dimiliki. Dalam kontek ini koping merupakan proses penyelesaian masalah, tidak bersifat statis tetapi berubah dalam kualitas dan intensitas dengan perubahan penilaian kognitif yang berkesinambungan.
Mekanisme koping menurut pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan diri terhadap perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun luar diri. Ada dua macam mekanisme koping yaitu:
a.       Adaptif
Tingkah laku yang adaptif adalah suatu tindakan yang dapat menyesuaikan diri dan perilaku dengan konstruktif. Selain itu, individu tersebut lebih mampu bertahan dan menagantisipasi kemungkinan adanya bahaya. Selanjutnya, yang termasuk dalam mekanisme koping yang konstruktif adalah:
1)      Mekanisme koping konstruktif survivol digunakan untuk kelangsungan hidup dan berkaitan dengan suatu yang mengancam. Adapun yang merupakan tingkah laku , misalnya memeriksakan kesehatan secara berkala ke puskesmas.
2). Mekanisme koping konstruktif  memotivasi digunakan untuk dapat memotivasi, misalnya apabila mempunyai masalah baru, bercerita kepada keluarga atau mempunyai masalah dengan kesehatan baru memeriksakan diri.
b. Maladaptif
            pada tingkah laku yang maladaptif, individu tidak dapat menyesuaikan diri sehingga cenderung muncul tingkah laku destruktif sehingga menyebabkan respon maladaptif. Respon maladaptif dapat timbul pada kecemasan berat dan panik. Adapun yang termasuk mekanisme koping maladaptif adalah koping destruktif, misalnya marah marah, mudah tersinggung, menyerang dan depresi. Adpun yng termasuk dalam mekanisme koping maladaptif adalah reaksi yang lambat atau berlebihan, menghindar, mencederai diri dan minum alkohol.
e.       Sumber koping
Menurut (suryani, 2005:71), sumber koping adalah evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Sedangkan macam macam sumber koping yang dapat digunakan antara lain: kemampuan personal, dukungan sosial, asset materi, dan keyakinan positif. Setiap individu mempunyai mekanisme penanggulangan atau pertahanan untuk menghadapi setiap stressor yang dapat berubah:
1)      Mengadakan perubahan atau manipulasi pada situasi atau keadaan tersebut.
2)      Menghindar dan menjauhkan diri dari situasi tersebut.
3)      Berusaha dan belajar untuk hidup dengan ketidakamanan dan ketidakpuasan itu.
f.       Mekanisme adaptasi psikologis
Suryani ( 2005:11--13), merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stressor yang ada, dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat melindungi atau bertahan dari serangan serangan atau hal-hal yang tidak menyenangkan.
Dalam proses adaptasi secara psikologis, ada dua cara untuk mempertahankan diri dari stressor yaitu dengan cara melakukan koping atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented reaction) dan ego oriented atau mekanisme pertahanan diri.
1)      Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi ada tugas)
Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan berorientasi pada proses penyelesaian masalah meliputi, afektif atau perasaan, kognitif dan psikomotor. Reaksi ini dapat dilakukan seperti berbicara dengan orang lain tentang masalah  yang dihadapi untuk menemukan jalan keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, dapat juga berhubungan dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.
2)      Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)
Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar tidak mengganggu keadaan psikologis yang lebih dalam. Diantara mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan untuk melakukan adaptasi psikologis seperti rasionalisasi, displacement, kompensasi, proyeksi, represi, supresi dan denial.
3.      Lanjut Usia
a.       Definisi
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba tiba menjadi tua tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Selanjutny yang dimaksud dengan lansia adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun keatas (Purwanto, 2005:132).
b.      Proses Penuaan
Proses maenua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak mampu bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Hurlock, 1980:426). Menurut Suryani, (2005) proses menua dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
1)      Penuaan Biologis
Gejala yang dapat dilihat pada proses ini adalah berkurangnya kekenyalan pembuluh darah dan kekuatan otot, menurunya daya pandang, pendengaran, cita rasa, penciuman dan rabaan serta meningkatnya tekanan darah.
2)      Penuaan Psikologis
Gejala yang timbul pada proses ini adalah menurunya daya ingatan, kekurangan gairah dan kecemasan terhadap kematian.
3)      Penuaan Sosiologis
Pada proses ini gejala yang dapat dilihat seperti kehilangan pekerjaan karena pensiun, kekuasaan dan status.
C.     Kesimpulan
                   Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa stresspada lansia  disebabkan karena factor perubahan ekonomi, perubahan tempat tinggal dan lingkungan dan isolasi social. Mekanisme koping yang digunakan lansia adalah task oriented reaction dan ego oriented reaction. Dengan demikian bagi lanjut usia diharapkan mempunyai motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan setiap masalah seperti sering dengan orang lain untuk menemukan jalan keluarnya, mencari tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun orang ahli, atau juga dapat berhubungan dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi stress serta membuat alternative pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.
                    Selain itu,lansia diharapkan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dan memperdalam ilmu agama, agar bisa menyadari bahwa setiap yang hidup pasti akan mengalami kematian. Selanjutnya, lansia dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, mengisi waktu luang dengan kegiatan sosial atau keagamaan serta selalu mengikuti bimbingan dan penyuluhan kesehatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan supaya dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental sehingga stress dapat dimbangi.



                                                         DAFTAR PUSTAKA
Subowo.1993. Imunologi Klinik.Bandung: Angkasa bandung.
Hawari, D.2002. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: gaya baru.
Hurlock, B.E.1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang    Kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta: Erlangga.
Suryani, Eko dan Asmar yetti Zein.2005. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta: fitramaya.
Purwanto, Heri.1998. Pengantar Perilaku Manusia. Jakarta: EGC.
Ninawati, dkk.2010. Hubungan antara resiliensi dan tingkat stress pada masa persiapan pensiun. Diakses 18 Desember 2010, dari http://www.psikologi-untar.com/psikologi/skripsi/tampil.php?id=341.
Suaib, Muhammad.2007. Stressor dan mekanisme koping pada lnjut usia di panti sosial tresna werdha unit budi luhur Yogyakarta. Yogyakarta: Karya Tulis Ilmiah Universitas Muhammadiyah.

1 komentar:

  1. Isinya bagus, tapi klo boleh sya tw dapus yg kutipan ne "Hurlock, (1998:83) mengemukakan bahwa lanjut usia sangat rentan terhadap stres dalam menghadapi perubahan-perubahan kehidupan. Lansia harus beradaptasi terhadap perubahan psikososial yang terjadi selama proses menua. Stress yang sering terjadi [ada lansia adalah kematian pasangan hidup, pensiun isolasi sosial, pensiun, seksualitas, perubahan ekonomi, rumah tempat tinggal dan lingkungan" dmn? cz sya cri gak dpt
    Ato mgkn da rujukan dr jurnal barangkali? mhon konfirmasinya. Trimksh

    BalasHapus